Jumat, 05 September 2014

Anakku Sayang, Maafkan Ibu Nak..

Anakku Sayang, Maafkan Ibu Nak.. Sy dan tentunya semua ibu-ibu yang akan atau ingin memiliki seorang anak pasti mencari sebanyak-banyaknya info tentang tumbuh kembang, cara merawat, cara mendidik, dan segala hal tentang sang buah hati. inginnya qt selalu memberikan yang terbaik untuk mereka. baca buku, surfing, nonton tv, ikut seminar, langganan majalah, beli buku resep, pokoknya semua yg ada gambarnya bayi pasti menarik perhatian. kdg2 mbok-mbok bakul yg lg ngomongin obat batuk tradisional atau mitoz2 kuno pasti qt curi dengar. bahkan terkadang qt melakukannya tanpa melihat kemampuan yang qt miliki. makanan, pakaian, kesehatan.. tapi belakangan saya mulai menyadari. ternyata karakter saya yg asli ( yang jelek ni) bisa saja muncul dan mengalahkan semua yg sudah qt ketahui. bahkan yg qt tahu akan berdampak buruk pada anak. terkadang juga sy menyerah dengan keadaan. sebagai ibu bekerja yang tidak memiliki banyak waktu bersama anak-anak, stress yang saya dapat dari luar (atau dalam), mempengaruhi sikap saya pada mereka. saya cenderung mengasuh mereka dengan naluri. trus apa bedanya dengan bebek?. saya salut pada ibu yang tetap menyisihkan waktu untuk bermain meski kondisi capek luar biasa. salut pada ibu yang tetap menidurkan anak tanpa membuatnya stress, meskipun kepala panas, penat. salut pada ibu yang tetap membacakan cerita meskipun mata tinggal 5 watt. salut pada ibu yang tetap tenang, atau paling tidak menegur tanpa membuat anak takut dan trauma meski sang anak menumpahkan sayur sewajan, naik ke atas meja televisi, masuk bak mandi dan menyikatnya dengan sikat wc, memecahkan termos. ibu.. untuk itulah (salah satunya) mengapa surga di telapak kakimu

Rabu, 03 September 2014

Doa Pak Tua

Kisah ini saya tuliskan sebagai pengingat bagi saya untuk tidak merendahkan seseorang atau melihat seserorang hanya dari penampilannya saja. Pada suatu malam, saat itu antara waktu maghrib dan isya. Aku pulang dari membeli makan malam. sebelumnya uang yang tersisa di tanganku tinggal dua puluh ribu. Aku mesti menghemat, tetapi karena pulang sore dan tidak sempat memasak ya mau tidak mau harus beli. Aku beli lauk saja dua lele goreng, delapan ribu. Satu untuk malam ini dan satunya untuk sarapan besok pagi. Aku tidak beli nasi kerena masih ada sedikit di rumah. Cukuplah untukku dan anakku. Mendekati rumah kumelihat seorang bapak tua berambut gondrong putih, kumal dan terlihat kotor. Dia seperti sedang mengorak-arik tanah dekat selokan kecil depan rumah kami. Sekali melihat dalam hati berkesimpulan bahwa dia orang gila. Tepat ketika melintasinya aku berjalan bergegas. " Mbah..", sapa anak perempuanku Iza yang berusia 2 tahun. Dia seolah tertarik dengan Pak Tua itu. "Hey", Aku melarangnya untuk mendekat dan menarik tangannya halus. Sampai depan rumah Iza menolak masuk, dia ingin bermain di luar, tetapi karena hari sudah malam aku tetap memaksanya untuk masuk. Dia menangis. Saat aku berusaha membujuknya, Pak Tua tadi datang berlari-lari menuju ke tempat kami. Dalam hati aku takut. Apalagi malam itu suami tidak pulang karena ada tugas di luar kota. Bisikan hati menyuruh untuk segera masuk dan menutup pintu sebelum Pak Tua itu sampai tetapi Iza tetap sulit diajak masuk. " meneng.. meneng. Iki tampani dhisik" Pak Tua itu datang membawa buntalan tas kresek hitam. Tergopoh gopoh dibukanya buntalan itu. Apa isinya? pikirku. Paling bongkahan tanah yang dimainkannya tadi. Ternyata ayam goreng, hanya satu. Dicuilnya ayam tadi dan diberikan pada Iza. Aku tertegun. Iza diam seketika dan masuk rumah. akhirnya aku yang menerimanya. masih hangat, batinku. Sekedar membalas, aku menawarkan padanya nasi. Ternyata dia mau. Kuambilkan separuh nasi yang kupunya. Sepertinya terlalu sedikit jadi kuberikan semua nasi yang ada. Sebelumnya aku khawatir dia akan masuk rumah, ternyata tidak. Dia hanya menunggu di pintu bersama anakku. Diam. Dia meminta lagi teh hangat. Sayang kami tidak biasa membuat teh, air panas juga kebetulan tidak ada. Kutawarkan air putih, dia bilang minta uang untuk beli rokok. Aku kembali berpikir negatif, tetapi ternyata dia cuma minta lima ribu. Kuberikan uang kembalian tadi. Dia kemudian pergi sambil berbicara sesuatu yang tidak jelas. Sebelum pergi dia memetik segenggam bunga euphorbia di depan rumah. dia meremas-remasnya dan menaburkannya di halaman sambil berkata: “ Iki sesuk ngembang okeh, deloken”. Selang beberapa waktu, seiring aku melupakan peristiwa itu sepertinya Allah memudahkan kehidupanku. Banyak order datang dan kesempatan-kesempatan yang tidak terduga dapat kuperoleh sebelumnya. Entah mengapa bermasyarakat juga lebih baik. Hubungan keluarga lebih harmonis. Semua memang berasal dari Allah. Wallahu A’lam.