Selasa, 23 Maret 2010

Teman.. hidup tidak selalu berjalan seperti yang kau inginkan.

Aku seorang melankolis 65 %, plegmatis 18 %, sanguinis 13 % dan koleris 4 % (berdasarkan tes di salah satu situs). Apakah itu jawaban mengapa tahun-tahun terakhir aku sering mengeluh dalam kehidupanku?.

Aku tertarik mengenal 4 kepribadian itu karena hubunganku dengan suami bermasalah. 3 1/2 tahun kami menikah, aku tidak bisa memahami dia, kecuali bahwa dia seorang yang tidak bisa diharapkan, tidak pernah ada saat kubutuhkan, selalu ada cara untuk menyakiti dan membuatku kecewa. Tentunya tidak sepenuhnya begitu. Mengetahui bahwa aku dominan melankolis tentu menjelaskan bahwa cara berpikirku cenderung hiperbol.

Sikap dan kata-kata kasar, kritik pedas (aku sering menganggapnya sebagai cacian), cemoohan, ketidak pedulian, mungkin tidak menjadi pembenaran bagiku untuk berpikir bahwa rumah tangga kami telah gagal. Semua orang yang kumintai saran pasti mengatakan bahwa yang perlu kami perbaiki adalah komunikasi. Segala macam cara sudah kulakukan untuk mambangun komunikasi yang baik, mesra etc, semua itu justru membuatku semakin apatis. Bukankah komunikasi itu dari kedua pihak?.
Mengapa masalah seperti itu saja kuanggap berat? hmm.. setelah menuliskannya kupikir juga begitu.

Masa kecilku bahagia (menurutku). Segala yang kuinginkan aku dapatkan. kebetulan aku memang anak penurut, pendiam, juara kelas, tidak macam-macam, tidak keluar malam, tidak bergaul dengan "anak nakal", rajin sholat, rajin ngaji.. Aku satu-satunya perempuan dari kelima saudaraku. bisa dibayangkan seperti apa perhatian keluargaku. Aku tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah. Orang tuaku sangat senang melihatku belajar. Aku tidak pernah melihat bapak marah pada ibu, aku selau menemukan ibuku tersenyum, aku tidak pernah mendengar bapak mengumpat, membentak ibu, juga aku. membuatku memimpikan sebuah pernikahan yang indah. suatu saat jika aku besar..

Perlu waktu yang lama untuk menyembuhkan luka saat pertama kali dia membentakku sebulan pertama kami menikah. Aku, seorang istri yang ingin berbakti, ingin menyenangkan hati suami, betapa sedihnya sudah membuatnya kecewa. Bulan-bulan berikutnya semakin tidak kumengerti mengapa air mata tak henti tumpah tanpa kenal waktu. masakan tidak enak, (jika ada 5 hal yang kurang pasti dia katakan semua: kurang garam, pengar, kematengen, kepanasen, kurang bumbu), crobo, ra teliti, kemproh, ra iso mikir, ... Bahkan terkadang aku tidak tahu untuk alasan apa dia marah-marah dan membentakku.

Mengingat cerita tentang kehamilan pertamaku. Reaksi yang pertama kudapat saat kukabarkan strip dua pada alat test HCG. " Terus ngapa?..
lebih terdengar menjadi " " Aku tidak peduli" bagiku, dan ternyata memang begitu. Betapa berat baginya untuk sekedar mengantar periksa ke dokter. Seringkali aku menangis karena dia tidak mau menunjukkan sedikit saja perhatian bagi calon bayi kami. Aku mesti naik motor sendirian hingga bulan ke sembilan kehamilanku juga saat aku pergi bekerja.

Hal yang sama terulang saat kehamilan ku yang kedua. Jaraknya hanya 7 bulan selang aku melahirkan anak pertamaku. Kali ini aku lebih santai menghadapinya. Aku mulai mengenal dia sehingga tidak terlalu berharap padanya. Tetapi tetap saja terasa pedih, saat anakku sakit, menggendong kesana kemari, membersihkan muntahannya, hingga saat aku melahirkan putriku, anakku yang kedua. Aku terlambat 2 minggu dari HPL.. Dia? tahu saja tidak kapan HPLnya.

Pagi hari menjelang induksiku, aku mencari rujukan ke puskesmas. sendirian. Mengapa tidak ajak orang lain?. Entahlah, aku lupa alasanku waktu itu. Mungkin aku ingin menunjukkan padanya bahwa tanpa diapun aku bisa. Karena sebelumnya juga sudah kuminta untuk mengantar dan dia tidak mau. Padahal saat itu libur kerja. Katanya mau mengajak (momong) anak pertamaku. Alasan, batinku. Paling juga dipasrahkan mamak (mertua). Wong dia jarang pegang. Anakku sendiri tidak akrab dengan bapaknya. Dan memang benar, dia akhirnya pergi. Servis motor. Tidak rusak, hanya sedikit “tidak enak” saat dipakai.

Hhh... tidak kuat untuk mengingat kembali. Kapan-kapan disambung lagi.
“ Apa yang buruk menurutmu belum tentu buruk di sisi Allah”

Label:

1 Komentar:

Pada 24 Maret 2013 pukul 06.37 , Blogger Led mengatakan...

MasyaAllah, mba.... semoga dirimu menjadi pribadi yang semakin tangguh, perempuan yang kuat.. amiin

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda